Kantor Berita Internasional Ahlulbait – ABNA – Perlawanan dan perjuangan adalah ciri keluarga keturunan Nabi Muhammad saw selama 1.400 tahun terakhir. Sepanjang sejarah Islam, tidak pernah absen perlawanan keluarga keturunan Nabi Muhammad saw dalam melawan musuh agama dan kebenaran dengan berbagai cara yang mungkin dilakukan.
Kehadiran putra-putra dan cucu Imam Sajjad a.s dalam gerakan jihad dan revolusi memiliki kekhususan tersendiri. Salah satunya adalah kebangkitan putra beliau, Zaid bin Ali a.s, serta rangkaian kebangkitan setelahnya. Semua itu dilakukan dengan dukungan terang-terangan maupun tersembunyi dari para Imam Maksum a.s, meninggalkan warisan panjang pejuang dan mujahid sepanjang sejarah.
Keluarga Khamenei adalah generasi ke-29 dari Sadaat Afthasi yang garis keturunannya bersambung ke Hasan al-Afthas, putra Ali al-Asghar, putra Imam Ali bin Husain Zainul Abidin a.s. Dalam keluarga ini terdapat banyak ulama dan pejuang, misalnya Abu al-Hasan Ali Dinawari (lahir tahun 189 H), wakil Imam Jawad a.s di wilayah Dinawar yang mencakup pegunungan Zagros dan Kermanshah saat ini.
Demikian pula, Sayyid Ahmad bin Muhammad al-Mada’ini – leluhur utama keluarga Khamenei – adalah seorang ulama pejuang yang melarikan diri dari kekejaman penguasa Abbasiyah dan berlindung di daerah Hazaweh (Provinsi Markazi saat ini). Menurut riwayat terkenal, ia gugur syahid pada tahun 360 H saat melaksanakan shalat malam menjelang fajar. Makamnya masih ada hingga kini. Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam, Ayatullah Khamenei, pernah berziarah ke makam tersebut dan berkata: “Saya bangga bahwa beliau adalah leluhur saya.”
Di antara leluhur keluarga Khamenei terdapat ratusan orang yang berperan dalam bidang agama maupun politik. Menelusuri masing-masing dari mereka tentu menarik, meski bukan tujuan utama tulisan ini.
Dalam sebuah pertemuan dengan rakyat Tafresh pada 27 Aban 1379 H.S. (2000 M), Ayatullah Khamenei menjelaskan silsilah keluarganya, dengan menyebut Sayyid Qutbuddin sebagai leluhur ke-10:
“Garis keturunan Sadaat Husaini hingga Sayyid Qutbuddin terbagi menjadi dua cabang: satu cabang adalah keturunan Sayyid Zohiruddin dan Sayyid Fakhruddin, dikenal sebagai Mir Fakhrā – inilah garis keturunan kami. Sayyid Fakhruddin termasuk leluhur kami dari anak-anak Qutbuddin. Cabang lain adalah keturunan keluarga Qa’em Maqam Farahani, yang melahirkan tokoh-tokoh besar hingga Mirza Isa dan Mirza Abu al-Qasim Qa’em Maqam Farahani, yang juga keturunan Husaini dari garis Qutbuddin. Dari cabang Qutbuddin ini, muncul keluarga-keluarga Sadaat di Tafresh, Ashtiyan, dan sekitarnya. Mereka lebih banyak bergerak dalam ilmu dan agama, sementara cabang Qa’em Maqam lebih condong ke dunia politik.
Sayyid Fakhruddin, dikenal sebagai Mir Fakhra, memiliki keturunan bernama Sayyid Muhammad Taqi. Putranya, Sayyid Muhammad, muda belia dari Tafresh, hijrah ke Azerbaijan dan menetap di kota Khamene. Dari sinilah keluarga ini dikenal dengan nama Khamenei. Ayah saya, cucu Sayyid Muhammad, dari Tabriz kemudian hijrah ke Mashhad...”
Pada bagian-bagian berikut tulisan ini akan mengulas sejarah kontemporer perjuangan keluarga Khamenei, mulai dari perlawanan terhadap tirani Qajar, peran dalam gerakan Konstitusional (Mashrutah), serta peran ulama keluarga ini pada masa Reza Shah dan Mohammad Reza Pahlavi.
Sumber:
-
Ensiklopedia Makam dan Tempat Ziarah
-
Kitab Seribu Makam Iran
Seyed Ali Asghar Hosseini / ABNA
Your Comment